peternakan

Rabu, 25 November 2009

sapi perah

PRODUKSI SUSU, PEMELIHARAAN SAPI PERAH,

dan

REPRODUKSI, MANAJEMEN KERBAU PERAH

DI SUMATERA BARAT

A. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak sapi perah memegang peranan penting dalam penyediaan gizi bagi masyarakat. Produk utama yang dihasilkan dari ternak sapi perah adalah susu. Susu merupakan cairan bukan kolostrum yang dihasilkan dari proses pemerahan ternak perah, baik sapi, kambing maupun kerbau secara kontinyu dan tidak merubah komponennya sebagai bahan pangan yang sehat. Susu sapi merupakan susu yang sebagian besar dikonsumsi oleh manusia, karena kandungan zat gizinya dapat diserap sempurna oleh tubuh. Oleh karena itu, ada makanan empat sehat lima sempurna, dan untuk mendapatkan sempurna itu harus melalui susu.

Pertumbuhan populasi sapi perah dari tahun - ketahun rata-rata meningkat, akan tetapi peningkatannya tidak setinggi pada ternak unggas. Saat ini dibutuhkan suatu metode yang tepat dalam membangun subsektor peternakan khususnya mengenai komoditas sapi perah. Karena sebagian besar susu dihasilkan dari pulau jawa, sehingga pengembangan didaerah luar jawa sangat potensial untuk dikembangkan.

Pengembangan sapi perah dapat dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas sapi perah baik dari segi teknis maupun dari segi ekonomis. Produktivitas ternak sapi perah harus dipacu untuk dapat ditingkatkan, diantaranya manajemen reproduksi dan manajemen pakan. Hal tersebut dikarenakan besarnya produksi susu ditentukan oleh keberhasilan program-program reproduksi dan manajemen pakan yangbalance (seimbang) baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

Manajemen reproduksi yang baik harus mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya adalah masa kering, service period, lama laktasi, calving interval, service per conception maupun umur beranak. Salah satu masalah yang masih menjadi kendala pada peternak Indonesia adalah masih kurang diperhatikannya service period. Umumnya peternak kita service periodnya sekitar 4 bulan, padahal standar untuk mendapatkan produksi susu yang optimal dan terjadi kontinyuitas produksi service period dipatok 2 bulan. Ini akan menjadi tugas bagi kita semua untuk dapat membenahi manajemen reproduksi pada ternak sapi perah ( Priyono, S.Pt )

Dan salah satu usaha bidang peternakan yang belum memperoleh penanganan secara intensif dan masih perlu didorong serta dikembangkan adalah usaha peternakan kerbau perah. Usaha peternakan kerbau perah di Sumatera Barat merupakan usaha sambilan untuk menambah pendapatan bagi peternak yang memeliharanya. Beternak kerbau perah merupakan sumber ekonomi yang sangat berarti bagi petani peternak pedesaan Indonesia, sebagaimana di negara-negara berkembang lainnya. Sebenarnya beternak kerbau perah bukan hanya mengharapkan air susunya tetapi ada lagi hasil lain yang tidak kurang artinya seperti daging, tenaga, kulit, tulang, tanduk dan kotoran yang semuanya mempunyai arti ekonomis. Pemerintah selalu berusaha meningkatkan produksi susu dalam negeri. Potensi ternak kerbau di Sumatera Barat dapat dilihat dari populasi, produksi daging dan susu. Sebagai ternak penghasil susu, kerbau di Sumatera Barat bukan hanya memberikan sumbangan dalam menambah pendapatan petani peternak tetapi dapat pula memperbaiki gizi keluarga. Suatu hal yang menguntungkan bagi peternak kerbau perah, susu yang dihasilkan dapat disimpan dalam tabung-tabung bambu, setelah 2-3 hari dijual dalam bentuk dadih. Dadih merupakan makanan khas Sumatera Barat. Pemasaran susu kerbau berupa dadih cukup baik, tidak ada yang dibawa ke pasar yang tidak-terjual. Usaha pemerahan kerbau di Sumatera Barat sudah lama dilakukan oleh penduduk pedesaan, namun demikian cara pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan masih bersifat tradisional. Data yang terperinci dan dapat dipercaya mengenai potensi produksi susu dan daya reproduksi yang berhubungan dengan produksi susu belum banyak diketahui. Demikian juga data tentang pakan kerbau perah belum banyak diteliti dan diungkapkan oleh ilmuwan. Di Sumatera Barat perbaikan mutu ternak kerbau yang berhubungan dengan produksi susu belum dilakukan. Usaha untuk memperbaiki mutu ternak kerbau sebagai penghasil susu dan perbaikan mutu susu yang dihasilkan perlu dilakukan. Hal ini supaya didapatkan produksi susu yang banyak dan berkualitas tinggi. Perbaikan yang diperlukan lebih dahulu untuk kerbau-kerbau Sumatera Barat adalah perbaikan feeding dan management (Sebagai ternak penghasil susu, kerbau di Sumatera Barat bukan hanya memberikan sumbangan dalam menambah pendapatan petani peternak tetapi dapat pula memperbaiki gizi keluarga. Suatu hal yang menguntungkan bagi peternak kerbau perah, susu yang dihasilkan dapat disimpan dalam tabung-tabung bambu, setelah 2-3 hari dijual dalam bentuk dadih. Dadih merupakan makanan khas Sumatera Barat. Pemasaran susu kerbau berupa dadih cukup baik, tidak ada yang dibawa ke pasar yang tidak-terjual. Usaha pemerahan kerbau di Sumatera Barat sudah lama dilakukan oleh penduduk pedesaan, namun demikian cara pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan masih bersifat tradisional. Data yang terperinci dan dapat dipercaya mengenai potensi produksi susu dan daya reproduksi yang berhubungan dengan produksi susu belum banyak diketahui. Demikian juga data tentang pakan kerbau perah belum banyak diteliti dan diungkapkan oleh ilmuwan. Di Sumatera Barat perbaikan mutu ternak kerbau yang berhubungan dengan produksi susu belum dilakukan. Usaha untuk memperbaiki mutu ternak kerbau sebagai penghasil susu dan perbaikan mutu susu yang dihasilkan perlu dilakukan. Hal ini supaya didapatkan produksi susu yang banyak dan berkualitas tinggi. Perbaikan yang diperlukan lebih dahulu untuk kerbau-kerbau Sumatera Barat adalah perbaikan feeding dan management.

B. PEMBAHASAN

1. Pemeliharaan Sapi Perah

a. Sanitasi dan Tindakan Preventif

Pada pemeliharaan secara intensif sapi-sapi dikandangkan sehingga peternak mudah mengawasinya, sementara pemeliharaan secara ekstensif pengawasannya sulit dilakukan karena sapi-sapi yang dipelihara dibiarkan hidup bebas. Sapi perah yang dipelihara dalam naungan (ruangan) memiliki konsepsi produksi yang lebih tinggi (19%) dan produksi susunya 11% lebih banyak daripada tanpa naungan. Bibit yang sakit segera diobati karena dan bibit yang menjelang beranak dikering kandangkan selama 1-2 bulan

(Djarijah, Abbas Sirega).

b. Perawatan
Ternak dimandikan 2 hari sekali. Seluruh sapi induk dimandikan setiap hari setelah kandang dibersihkan dan sebelum pemerahan susu. Kandang harus dibersihkan setiap hari, kotoran kandang ditempatkan pada penampungan khusus sehingga dapat diolah menjadi pupuk. Setelah kandang dibersihkan, sebaiknya lantainya diberi tilam sebagai alas lantai yang umumnya terbuat dari jerami atau sisa-sisa pakan hijauan Penimbangan dilakukan sejak sapi pedet hingga usia dewasa. Sapi pedet ditimbang seminggu sekali sementara sapi dewasa ditimbang setiap bulan atau 3 bulan sekali. Sapi yang baru disapih ditimbang sebulan sekali. Sapi dewasa dapat ditimbang dengan melakukan taksiran pengukuran berdasarkan lingkar dan lebar dada, panjang badan dan tinggi pundak (
Djarijah, Abbas Sirega).

c. Pakan
Pemberian pakan pada sapi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

a) sistem penggembalaan (pasture fattening)

b) kereman (dry lot fattening)

c) kombinasi cara pertama dan kedua.

Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB. Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum).
Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan per hari.Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara kereman dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya (
Djarijah, Abbas Sirega).

d. Pemeliharaan
Kotoran ditimbun di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (+1-2 minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara didalamnya berjalan lancar. Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi (
Djarijah, Abbas Sirega).

2. Produksi Susu pada Masa Laktasi Kerbau Perah

Usaha pemerahan kerbau di Sumatera Barat sudah lama dilakukan oleh penduduk pedesaan, namun demikian cara pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan masih bersifat tradisional. Data yang terperinci dan dapat dipercaya mengenai potensi produksi susu dan daya reproduksi yang berhubungan dengan produksi susu belum banyak diketahui. Demikian juga data tentang pakan kerbau perah belum banyak diteliti dan diungkapkan oleh ilmuwan. Di Sumatera Barat perbaikan mutu ternak kerbau yang berhubungan dengan produksi susu belum dilakukan. Usaha untuk memperbaiki mutu ternak kerbau sebagai penghasil susu dan perbaikan mutu susu yang dihasilkan perlu dilakukan. Hal ini supaya didapatkan produksi susu yang banyak dan berkualitas tinggi. Perbaikan yang diperlukan lebih dahulu untuk kerbau-kerbau Sumatera Barat adalah perbaikan feeding dan management.

Produksi susu dalam satu masalaktasi. total produksi susu dalam satu masa laktasi yang dapatdihasilkan oleh seekor kerbau berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan berbeda-nya bulan dantingkat laktasi, penampilanindividu, latar belakangpemeliharaan dan pemberian pakan.pada bulan-bulan awal laktasiproduksi susu kerbau banyak,puncaknya dicapai pada bulankedua. Bulan-bulanberikut produksi susu kerbau mulaimenurun seiring dengan meningkatnya umur anak dan umur kebuntingan. Perbedaan periodelaktasi dapat menyebabkan berbeda jumlah susu yang diperoleh dalam satu masa laktasi. Jumlah produksi susu bertambah dari laktasi pertama ke laktasi berikutnya, produksi susu paling banyak diperoleh pada laktasi enam (chutikul, 1975).

Sifat reproduksi

a. umur kawin pertama.

setelah dihitung rata-rata umur kawin pertama dari kerbau yang dipelihara pada tiga lokasi (desa) di sumatera barat adalah 2,76 ± 0,29 tahun. Menurut chantalakhana (1980) umur kawin pertama kerbau lumpur adalah 2,5 tahun, data tersebut menunjukkan bahwa kerbau lumpur sumatera barat masih perlu ditingkatkan kesuburannya

(Agus, B. M).

b. lama bunting.

setelah dihitung didapat rata-rata lama bunting kerbau lumpur yang dipelihara pada tiga lokasi penelitian di sumatera barat adalah 11,05 ± 0,31 bulan. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan oleh toelihere (1980) kerbau lumpur di asia tenggara lama buntingnya sekitar 11,3 bulan (Agus, B. M).

c. calving interval

Rata - rata jarak kelahiran anak kerbau lumpur di Sumatera Barat adalah 15,13 ± 2,49 bulan. Dari data yang ditampilkan terlihat bahwa sebagian besar kerbau lumpur yang dipelihara di Sumatera Barat lebih pendek jarak kelahiran anaknya dari pada yang telah dilaporkan oleh para ahli

(Agus, B. M).

d. service period

kerbau lumpur yang dipelihara di Sumatera Barat adalah 3,53 ± 1,00 bulan. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan oleh Goswani dan Kumar dalam Saladin dkk. (1978) bahwa service period kerbau di India adalah 117 hari (± 3,5 bulan). Service Period dapat dipengaruhi oleh tatalaksana pemeliharaan dan tingkat kesuburan kerbau (Agus, B. M).

e. dry period

Hasil perhitungan menunjukkan rata-rata dry period kerbau lumpur di Sumatera Barat adalah 4,24 ± 2,10 bulan. Williamson dan Payne (1968) melaporkan bahwa lama kering kandang (dry period) kerbau perah di India adalah 139 ± 73 hari. Data ini menunjukkan dry period kerbau lumpur yang dipelihara di Sumatera Barat, hampir sama dengan dry period kerbau perah yang dipelihara di India. Panjang atau pendeknya dry period lebih banyak ditentukan oleh manajemen, jenis kerbau, sifat individu dan lingkungan (Agus, B. M).

f. service per conception

Hasil perhitungan menunjukkan service per conception kerbau lumpur di Sumatera Barat adalah 1,60 ± 0,05. Keberhasilan dalam mengawinkan kerbau ditentukan oleh keberhasilan mendeteksi berahi dan mengawinkan kerbau pada saat yang tepat. Para peternak kerbau sudah dapat mengenal gejala-gejala berahi. Akan tetapi banyak diantara mereka yang tidak mengetahui saat yang tepat mengawinkan kerbau yang sedang berahi. Menurut Agus (1989) saat mengawinkan kerbau yang tepat adalah 9 jam setelah gejala berahi kelihatan (Agus, B. M).

  1. Manajemen Kerbau Perah

Pada umumnya para peternak kerbau mengelola ternak masih secara tradisional, baik dalam hal pemberian makanan, perkandangan, pemelihara-an kesehatan, penggunaan tenaga ternak dan pemerahan serta pengolahan susu. Kerbau hanya diberi/dibiarkan makan rumput dan dedaunan lain tanpa diberi makanan penguat. Sebagian kerbau memperoleh rumput, air minum dan tempat berkubang di padang pengembalaan. Sebagian lainnya memperoleh rumput di tempat ternak diikatkan dan diaritkan peternak. Air dan tempat berkubang diperoleh di tempat ternak diikatkan atau disediakan oleh peternak. Ada 4 sistem pemeliharaan kerbau di Sumatera Barat, 1) kerbau diikat sepanjang tahun, 2) kerbau diikat pada musim penanaman padi dan dilepaskan setelah padi di panen, 3) kerbau dilepaskan di siang hari dan dikandangkan di malam hari dan 4) kerbau dilepas siang dan malam di padang pengembalaan sepanjang tahun. Kerbau di perah secara tradisional dengan kurang memperhatikan kebersihan dan kesehatan susu. Susu hasil pemerahan di masukan ke dalam tabung bambu disimpan selama 2 - 3 hari dan dijual dengan nama “dadih” (Dirjen Bina Produksi Ternak).

Daftar pustaka

Priyono, S.Pt. Alumnus Fakultas Peternakan Universitas Jenderal SoedirmanMahasiswa Magister Ilmu Ternak Universitas Diponegoro

Agus, B. M. 1989. Memelihara Kerbau. Kanisius, Yogyakarta.

Chutikul, K. 1975. Ruminant (Buffalo) Nutrition. Dalam The Asiatic Water Buffalo. FFTC, Taipei

Dirjen Bina Produksi Ternak. 2004. Statistik Peternakan Indonesia. Dirjen Bina Produksi Peternakan, Jakarta.

Djarijah, Abbas Sirega. 1996. Usaha ternak sapi. Yogyakarta, Kanisius. 43 hal.

Label:

Senin, 05 Oktober 2009

1. Kelas.

Kelas adalah pengelompokan ayam berdasarkan asal daerah pembentukannya. Contohnya kelas amerika, kelas inggris, kelas mediterania , kelas asia.

2. Bangsa.

Bangsa adalah pengelompokan ayam dalam satu kelas berdasarkan perbedaan bentuk tubuh. Contohnya pada kelas Amerika terdapat bangsa ayam Plymouthrock, Wyandotte, rhode island red (RIR), jersey, dan new Hampshire.

3. Varietas.

Varietas adalah pengelompokan ayam dalam satu bangsa berdasarkan perbeaan warna bulu dan jengger. Contohnya white leghorn, brown leghorn, white Plymouthroc dan barred Plymouthrock.

4. Strain.

Strain adalah sekelompok ayam yang dihasilkan oleh breederfarm melalui pemuliabiakan untuk tujuan ekonomis tertentu. Contohnya strain ayam petelur hyline, harco, dan arbor acre. Strain ayam pedaging antara lain CP 707, starbro, dan hybro.

5. Type.

Type adalah sekelompok ayam berdasarkan tujuan tujuan pemeliharaan dan biasa. Ayam dapat dikelompokkan menjadi tipe petelur, pedaging, dan medium atau dwiguna (dual purpose).

6. DOC.

DOC adalah anak ayam.

Ayam Mediterania atau laut tngah

Kelompok ayam ini di bentuk dan di kembangkan di sekitas Negara dan pulau di laut tengah, seperti spayol dan italia. Karakteristik ayam kelas mediterania adalah bulu mengembang, cuping telinga berwarna putih, bentuk tubuh ramping, warna kulit putih, kerabang telur berwarna putih, dan merupakan tipe petelur. Bangsa – bangsa ayam yang termasuk kelas ini antara lain Leghorn, Ancona, Spanish, Minorca, dan Andalusia.

Kamis, 01 Oktober 2009

PENGARUH IKLIM TERHADAP TERNAK

Kondisi Iklim di Indonesia

Berdasarkan gambaran curah hujan, Mohr (1933) membagi daerah-daerah di Indonesia ke dalam 5 golongan, yaitu sebagai berikut :

1. Daerah basah, yakni daerah yang hampir setiap bulannya mempunyai curah hujan minimal 60 mm.

2. Daerah agak basah, yakni daerah dengan periode kering yang lemah dan terdapat satu bulan kering.

3. Daerah agak kering, yaitu daerah-daerah yang mengalami bulan-bulan kering sekitar 3-4 bulan setiap tahunnya.

4. Daerah kering, yakni daerah yang mengalami bulan-bulan kering yang lamanya mencapai 6 bulan.

5. Daerah sangat kering, yakni daerah dengan masa kekeringan yang panjang dan parah.

Sementara Schmidt dan Ferguson (1951) membagi iklim di Indonesia menjadi 8 golongan, yaitu golongan A (sangat basah), golongan B (basah), golongan C (agak basah), golongan D (sedang), golongan E (agak kering), golongan F (kering), golongan G (sangat kering), dan golongan H (luar biasa kering).

Pengaruh Iklim Terhadap Ternak

Iklim sangat berpengaruh terhadap hewan ternak. Beberapa ahli mempelajari pengaruh iklim terhadap objek yang spesifik, di antaranya iklim berpengaruh terhadap bentuk tubuh (Hukum Bergmann), insulasi pelindung atau kulit dan bulu (Hukum Wilson), warna (Hukum Gloger), tubuh bagian dalam/internal (Hukum Claude Bernard), dan kesehatan dan produksi ternak. Temperatur lingkungan mempengaruhi penggunaan energi yang diperoleh ternak dari makanan, produksi panas, dan disipasi panas hewan ternak ke lingkungannya. Radiasi sinar matahari

terhadap hewan ternak dapat menimbulkan dua bentuk gangguan umum, yaitu mutasi gen oleh radiasi kosmik dan kerusakan sel kulit oleh sinar ultra violet pada proses 'sunburn'. Hewan ternak mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan iklim.

Pengaruh langsung iklim terhadap ternak

Penelitian pada pengaruh langsung iklim pada ternak telah didapatkan dari 2 sumber: pengamatan yang langsung ternak di lapangan dan pengamatan tehadap ternak yang dipelihara di laboratorium atau di kamar psychormetric. Kerugaian pengamatan langsung di lapangan adalah sukar menyelenggarakan percobaan lapanganyang cukup terkontrol, sedangkan kerugian pengamatan dengan memakai kamar psychrometric yaitu tidak banyak ternak yang dapat diselidiki pada waktu tertentu padahal sudah diketahui bahwa ada perbedaan-perbedaan yang besar antar spesies (Findlay, 1954), di antara bangsa stau tipe, bahkan di antara species (Worstell dan Brody, 1953) dan juga antara individu dalam satu breed (Payne dan Hancock, 1953) dan juga antara individu dalam satu breed (Payne dan Hancock, 1957) terhadap kemampuan mereka bertahan pada pengaruh langsung iklim.

Semua ternak domestik termasuk hewan berdarah panas (homeotherm) yang berarti ternak berusaha mempertahankan suhu tubuhnya pada kisaran yang paling cocok untuk terjadinya aktivitas biologis yang optimum. Kisaran yang normal pada jenis mamalia adalah 37-390 C, sedangkan pada burung adalah 40-400C dengan beberapa perkecualian.

Untuk mempertahankan suhu tubuhnya terhadap suhu lingkungan yang sangat bervariasi, ternak domestik harus mempertahankan keseimbangan panas antara panas yang diproduksi oleh tubuh atau panas yang didapat dari lingkungannya dengan panas yang hilang ke lingkungannya.

Perbaikan iklim Mikro kandang

Upaya Perbaikan Iklim Mikro Kandang dan Respons Termoregulasi Kambing Jantan Peranakan Ettawa Melalui Penggunaan Berbagai Bahan Atap Masalah utama dari ternak yang dipelihara di daerah tropis basah, seperti di Indonesia, adalah tingginya radiasi matahari secara langsung sepanjang tahun, khususnya bagi ternak berproduksi tinggi, sehingga ternak dalam kondisi uncomfort karena beban panas yang berlebih. Respons dari masalah ini adalah ternak terpaksa meningkatkan aktivitas termoregulasi guna mengatasi beban panas yang dideritanya. Mekanisme fisiologis mengharuskan alokasi energi untuk kinerja produksi maupun reproduksi dipakai untuk mempertahankan keseimbangan panas tubuh. Dengan demikian, akan berdampak buruk yaitu penurunan produktivitas ternak. Salah satu care untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengendalikan panas yang diterima dan peningkatan panas yang terbuang oleh ternak, yaitu pemberian naungan atau atap dan pemilihan bahan atap yang lebih efektif dalam menciptakan kondisi iklim mikro kandang yang kondusif bagi ternak untuk berproduksi.Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh jenis bahan atap kandang terhadap kondisi iklim mikro kandang dan respons termoregulasi (frekuensi nafas,frekuensi denyut jantung, dan suhu rektal) kambing jantan peranakan ettawa (PE) di lingkungan panas alami. Sebanyak sembilan ekor kambing jantan PE gunakan dalam penelitian. Penelitian menggunakan ncangan acak lengkap (RAL) dengan tiga pelakuan jenis atap kandang, yaitu atap rumbia (PI), seng (P2), dan Genteng (P3), serta tiga ulangan pads masing-masing perlakuan. Data yang diperoleh dianalisis sidik ragam yang dilanjutkan uji berganda Duncan's pada taraf 5%. Selain itu uji beda dua rata-rata juga digunakan untuk mengetahui perbedaan respons peubah pada siang dan malam.
Hasil penilitian menunjukkan:(a) jenis atap tidak mempengaruhi suhu udara, kelembaban udara, dan radiasi matahari dalam kandang;(b) kandang beratap rumbia menyebabkan respons suhu rektal lebih rendah (P<0,05) dibandingkan dengan kambing yang ada di dalam kandang beratap genteng dan seng pada pengamatan siang, malam, dan rataan harian. Kandang beratap genteng menyebabkan suhu rektal ternak kambing lebih rendah (P<0,05) dibandingkan ternak beratap seng pada pengamatan siang dan rataan harian, namun pada pengamatan malam hari tidak berbeda;
(c) kandang beratap rumbia menyebabkan respons frekuensi pernafasan lebih rendah (P<0,05)>0,05);(d) ketiga jenis atap kandang tidak menyebabkan perbedaan respons frekuensi denyut jantung (P>0,05) balk pada pengamatan slang hail, malam hail, maupun rataan harian;(e) ketiga jenis atap kandang tidak menyebabkan perbedaan respons pertambahan bobot badan harian (P>0,05) pada ternak k

Klasifikasi Lingkungan

Berdasarkan tumbuhan dan hewan yang hidup dominan di dalamnya, lingkungan hidup dapat digolongkan menjadi enam, yaitu kawasan tundra, hutan berdaun jarum, hutan bermusim, hutan tropik basah, padang rumput dan padang pasir. Secara umum, ada dua komponen lingkungan, yaitu abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah semua unsur lingkungan yang tidak bernyawa yang bersifat fisik, kimia, dan sosial, misalnya lahan, air, kandang dan nilai-nilai sosial budaya dan agama; sedangkan komponen biotik adalah semua unsur hayati yang ada dalam kehidupan, misalnya musim, tumbuh-tumbuhan, dan hewan lain.

Pengaruh tidak langsung iklim terhadap ternak.

Pengaruh iklim yang tidak langsung pada ternak terutama pada kuantitas dan kualitas makanan yang tersedia bagi ternak. Data dari hasil penelitian mengenai hal ini telah disimpulkan oleh payne (1969). Pengaruh tersebut tidak langsung dari iklim ini juga adalah penyakit dan parasit, juga pengaruhnya pada penyimpanan dan hasil ternak.

1. Persediaan makanan

Factor-faktor yang penting yang membatasi pertumbuhan tanaman sehingga mengurangi kuantitas makanan yang tersedia adalah: suhu lingkungan, curah hujan, panjangnya hari dan idenditas radiasi cahaya. Perbedaan yang paling nyata dari pengaruh iklim ada pada daerah basah, kering dan agak kering yang menyebabkan 2 masalah besar pada makanan ternak, meskipun terdapat banyak pengecualian-pengecualian sehingga perbedaan-perbedaan itu menjadi kabur pada daerah-daerah yang beriklim sedang.

2. Parasit dan penyakit

Panas dan kelembaban yang tinggi merupakan lingkungan yang baik bagi parasit internal dan eksternal, jamur dan vector penyakit. Parasit internal tidak begitu penting pada iklim agak kering tetapi parasit eksternal adalah penting meskipun parasit ini tidak begitu banyak di daerah iklim kering oleh karena jenis vegetasi di daerah ini mempengaruhi adanya insekta pembawa penyakit maka iklim mempunyai pengaruh tidak langsung yang besar terhadap produksi ternak. Pada daerah-daerah tropik afrika dimana curah hujan cukup untuk mendukung pertumbuhan semak-semak menyebabkan ternak. juga iklim yang mendukung perkembangan stomoxys spp.

3. Penyimpangan dan penanganan hasil ternak

Semua iklim tropik baik lembab maupun kering mendukung cepat rusaknya bahan hasil ternak yang di simpan sehingga menaikkan ongkos prosesing dan penanganannya. Hal ini mempengaruhi produksi ternak secara tidak langsung oleh karena meningkatnya biaya prosesing penanganan dan penyimpanan seperti penambahan kapasitas kamar pendinginan akan menaikkan produksi bahan tertentu secara tidak ekonomis padahal tempat tersebut sebenarnya cocok untuk perkembangan industri peternakan

sumber : Bonsma, J.C.(1949) Breeding cattle for increased adaptability to tropical and subtropical environments.J.agric. Sci.(Camb), 39, 204-21.